Di era digital seperti sekarang ini, di mana platform media sosial mendominasi kehidupan kita, muncul fenomena baru yang disebut book shaming. Book shaming merujuk pada tindakan merendahkan atau mencemooh seseorang berdasarkan pilihan membacanya atau bahkan ketiadaannya.
Permasalahan Book Shaming
Ada beberapa pemicu yang terjadinya book shaming dalam masyarakat. Pertama, stereotipe terkait genre buku menjadi salah satu pemicu utama. Beberapa genre, seperti buku roman atau fiksi populer, seringkali dianggap rendah atau dianggap sebagai bacaan ringan. Stereotipe semacam ini menyebabkan orang-orang yang membaca genre tersebut menjadi sasaran ejekan atau cemoohan. Kedua, ketidaksepahaman tentang minat bacaan orang lain juga dapat menjadi pemicu. Kurangnya pengetahuan tentang beragam genre dan minat bacaan individu dapat menyebabkan ketidak pengertian dan sikap merendahkan terhadap pilihan bacaan orang lain. Selain itu, adanya tekanan sosial untuk membaca buku-buku populer atau “klasik” tertentu juga dapat memicu book shaming. Ketika seseorang tidak mengikuti tren bacaan yang sedang populer, mereka dapat dianggap tidak berpendidikan atau ketinggalan zaman oleh orang lain. Semua pemicu ini berkontribusi pada terjadinya book shaming dalam masyarakat kita.
Book shaming muncul dalam berbagai bentuk, seperti mengolok-olok individu karena membaca genre tertentu yang dianggap “rendah mutu” atau menghina mereka yang tidak memiliki minat membaca sama sekali. Hal ini menyebabkan individu merasa malu atau merasa rendah diri atas pilihan bacaan mereka. Selain itu, book shaming juga seringkali menciptakan pandangan superioritas di antara mereka yang menganggap diri mereka sebagai pembaca yang lebih “sophisticated” atau lebih pintar. Semua ini menyebabkan pembatasan pada variasi bacaan dan pengalaman literasi yang seharusnya dinikmati oleh semua orang.
Dampak Negatif
Book shaming memiliki dampak negatif yang signifikan pada masyarakat membaca. Pertama, hal ini dapat menghambat minat dan kecintaan terhadap membaca pada individu yang merasa tertekan atau dihakimi. Sebagai akibatnya, potensi pengembangan keterampilan literasi dan daya pikir kritis mereka mungkin tidak terwujud. Kedua, book shaming menciptakan persepsi negatif terhadap membaca di kalangan masyarakat secara umum. Hal ini dapat mengurangi minat membaca pada generasi muda dan menghalangi penyebaran budaya membaca yang sehat dan produktif.
Mengatasi Book Shaming
Penting untuk mengatasi book shaming dan mempromosikan lingkungan membaca yang inklusif. Pertama, kita perlu mengubah sikap dan sikap kita terhadap pilihan bacaan orang lain. Tidak ada jenis buku yang lebih baik atau lebih buruk daripada yang lain, dan setiap individu memiliki preferensi dan minat yang berbeda. Kedua, penting untuk menghargai keragaman bacaan dan menghormati kebebasan individu untuk memilih apa yang ingin mereka baca. Ketiga, menciptakan komunitas membaca yang mendukung, seperti klub buku atau forum online, di mana orang dapat berbagi dan mendiskusikan minat bacaan mereka tanpa takut dihakimi atau direndahkan.
Book shaming merupakan fenomena yang merugikan dan menghambat perkembangan minat membaca dan keterampilan literasi. Dalam rangka menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berdaya baca, penting bagi kita untuk memahami dampak negatif dari book shaming dan berusaha untuk mengatasi sikap negatif tersebut.
Dengan menghormati pilihan bacaan orang lain, menghargai keragaman bacaan, dan menciptakan lingkungan membaca yang mendukung, kita dapat membantu membangun masyarakat yang lebih terbuka, kreatif, dan penuh pemahaman.