Biografi
Sapardi Djoko Damono adalah seorang penyair, sastrawan, dan budayawan Indonesia yang lahir pada tanggal 20 Maret 1940 di Surakarta, Jawa Tengah. Ia merupakan salah satu penyair terkemuka di Indonesia dan telah banyak menerbitkan karya-karya sastra yang diakui secara nasional maupun internasional.
Beberapa karya penting dari Sapardi Djoko Damono antara lain “Hujan Bulan Juni”, “Yang Fana adalah Waktu”, “Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari”, dan “Aku Ingin”. Karya-karyanya banyak dibaca dan diapresiasi karena keindahan bahasa dan penggunaan istilah yang sederhana namun bermakna.
Sapardi juga dikenal sebagai seorang budayawan yang aktif dalam upaya melestarikan budaya dan sastra Indonesia. Ia sering memberikan kuliah dan seminar tentang sastra di berbagai perguruan tinggi, dan juga terlibat dalam berbagai organisasi sastra di Indonesia. Ia pernah menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta dan juga menjadi salah satu penggagas Forum Lingkar Pena, sebuah komunitas penulis dan penyair Indonesia.
Karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, dan beberapa bahasa lainnya. Sapardi telah menerima berbagai penghargaan atas karya-karyanya, antara lain Penghargaan Achmad Bakrie dalam Bidang Kebudayaan (1991) dan Penghargaan Satyalancana Kebudayaan dari Pemerintah Indonesia (2009).
Tips Menulis Puisi ala Sapardi Djoko Damono
Eyang Sapardi Djoko Damono pernah membagikan tips membuat puisi di Instagram-nya. Pertama, untuk membuat puisi yang baik, kita perlu menciptakan jarak emosional dengan subjek puisi tersebut. Hal ini disebut sebagai jarak estetis. Menurut Sapardi, ketika marah, jatuh cinta, atau sedih, sebaiknya tidak langsung menulis puisi pada saat itu juga. Dalam keadaan seperti itu, sebaiknya kita memberikan jarak untuk memperoleh kontrol lebih terhadap perasaan tersebut agar bisa dituangkan dengan baik di kemudian hari.
Kedua, untuk menulis puisi yang berarti dan romantis, seperti puisi “Aku Ingin” di dalam bukunya yang berjudul “Hujan Bulan Juni,” kita perlu dekat dengan dunia sekitar. Sapardi berpendapat bahwa menulis puisi bukan hanya tentang melangitkan imajinasi dan mencari arti, tetapi juga tentang merasakan dan menghayati dunia di sekitar kita.
Ketiga, sebuah puisi semakin menarik ketika maknanya tidak langsung terbaca, melainkan samar-samar dan sederhana. Sapardi sering menyatukan makna puisinya dengan alam sekitar dengan menggunakan majas dan bahasa kiasan.
Keempat, hindari sajak gelap yang banyak mengandung majas, kata kiasan, dan lambang yang bersifat personal sehingga sulit dipahami oleh pembaca.
Kelima, penting untuk menghindari plagiat dalam menulis puisi. Plagiat bukan hanya dosa besar bagi penulis tetapi juga bisa membuat kreativitas berhenti. Oleh karena itu, sangat penting untuk membaca banyak puisi dan memperluas perbendaharaan kata-kata agar dapat menemukan ciri khas sendiri dalam merangkai kata-kata ke dalam sebuah puisi.
Dengan menerapkan tips menulis puisi ala Sapardi Djoko Damono kamu dapat mengekspresikan perasaan dan inspirasi dengan lebih terkontrol, serta mendekatkan diri pada keindahan sekitar. Selain itu, teruslah membaca puisi dan menulis dengan gaya pribadi, dan jangan lupa untuk menghindari plagiat karya. Selamat menulis puisi!